“Jurnalisme Cinta?”.....
Tema yang ditawarkan FBB untuk Workshop Jurnalistik itu sangat menarik dan mengundang segudang tanya dalam benakku. Tema itu menarik bagiku karena paduan dua kata Jurnalisme dan Cinta; ilmu tentang tulis menulis yang dipadukan dengan cinta. Sangat duniawi namun sekaligus mengandung nilai rohani yang mendalam hehehehehe.., Mengapa? Karena saya sering membaca tulisan-tulisan di internet yang mengundang komentar-komentar melecehkan dan sangat jauh dari kata-kata bermakna, bahkan berusaha untuk saling menjatuhkan dan menghina. Sama sekali tidak ada sopan santun apalagi Cinta yang terkandung didalamnya. Dimana pesona bangsaku yang katanya rakyatnya menjunjung tinggi nilai-nilai religiusitas?
Tema itu juga mengundang tanya dalam benakku karena FBB-Forum Biarawan-Biarawati, mengangkat JURNALISME CINTA sebagai tema workshop jurnalistik kali ini. FBB merupakan forum jaringan komunikasi lintas tarekat berarti didalamnya berkumpul berbagai Kongregasi/Sosietas yang mengirim anggota-anggotanya untuk perutusan studi. Lalu mengapa judulnya Jurnalisme Cinta? Ada sedikit ide nakal dalam benak saya; “jangan-jangan kita akan belajar untuk menulis surat cinta yang baik hehehehehe, atau jangan-jangan kita akan belajar bagaimana biarawan-ti menjadi mampu mengungkapkan sisi romantis mereka lewat tulisan-tulisannya, bahkan saya sempat berpikir wah.....setelah mengikuti workshop ini pasti kita semua akan menjadi biarawan-ti yang sangat mengerti arti cinta, bukan hanya lewat sikap dan tindakan lisan namun juga lewat tulisan-tulisan kita hehehehehehe.”
Berangkat dari rasa penasaran dan berbagai pertanyaan dalam benak saya, saya berangkat untuk mengikuti Workshop itu. Saya sempat ciut ketika membaca profil singkat dari kedua narasumber. Ternyata FBB mendatangkan orang yang benar-benar pakar dalam bidangnya. Mereka tentu tidak asing lagi di mata media massa. Gutomo Priyatmono, M.Hum beliau adalah Direktur IMPULSE dan Bonaventura Satya Bharata, SIP, M.Si, dosen dan pembicara publik. Kekaguman saya semakin bertambah saat sesi pertama berlangsung dengan sangat baik, Pak Gutomo sukses membawakan sesi itu dan mampu mengubah pemikiran saya tentang tulis-menulis. Dengan kalimat sederhana namun sangat menarik, beliau meyajikan tema ‘Menulis dengan Cerdas’ dan diuraikan dalam 4 (empat) langkah, yaitu: Menyusun tema, Menentukan Judul, Mengangkat tema yang Kontekstual dan Analisa Cerdas dan Bernas. Dalam sesi ini Pak Gutomo mengatakan bahwa, “Menulis itu sangat sederhana, sesederhana menulis buku harian” kalimat ini membangkitkan semangat saya (kebetulan sih saya termasuk orang yang rajin menulis buku harian; terutama kalau lagi ‘sadar’ alias ada masalah atau kejadian yang memang jarang-jarang terjadi dalam hidup saya heheheheheh). Juga Bapak mengatakan bahwa “menulis dan membaca itu bagaikan setali mata uang”, nah....kebiasaan membaca ini juga kebetulan walau sedikit adalah dalam diri saya, setiap hari saya pasti rajin membaca Kompas, mulai dari berita utama sampai sampai kolom lowongan kerja (walaupun kadang-kadang hanya membaca judul-judul utamanya) dan tentu saja yang tidak pernah ketinggalan adalah kolom Apa dan Siapa (saya yakin semua yang sempat membaca tulisan ini juga pasti tau isi berita kolom ini kan?). Kalimat-kalimat diatas semakin menumbuhkan benih semangat menulis dalam hati, juga menumbuhkan pandangan baru bahwa menulis itu bukan hanya talenta atau bakat bawaan, tetapi menulis adalah sebuah keterampilan yang harus terus-menerus diasah dan dipertajam sehingga kita mampu menjadi penulis-penulis yang terampil dan handal. Keyakinan baru ini semakin diperteguh saya , dari sharing pengalaman narasumber sendiri bahwa untuk menjadi seorang penulis agar artikelnya dimuat di KOMPAS bukanlah sebuah usaha yang sekali jadi. Beliau juga pernah mngalami bagaimana tulisannya ditolak, tetapi pengalaman itu tidak membuatnya berhenti menulis, putus harapan. Pengalaman itu justru menjadi cambuk untuk terus menulis dan menulis dan akhirnya beliau menjadi seperti yang sekarang ini. Luar biasa...
Pengalaman Hari Kedua
Pemahaman saya tentang tulis menulis semakin kaya lewat masukan dari narasumber ke-2, Pak Bona yang membawakan sesi ‘Manajemen Media (Buletin) yang diuraikan dalam 2 (dua) langkah, yaitu; Mempersiapkan dan Membentuk buletin. Menulis ternyata membutuhkan wadah untuk menampung dan memuat tulisan-tulisan yang dihasilkan sehingga bisa berbentuk newsletter atau buletin. Ternyata wadah itu ada di biara. Pada umumnya tarekat-tarekat mengirim anggotanya untuk hadir saat workshop itu sudah mempunyai buletin tersendiri, tidak terkecuali Sosietasku (kami juga mempunyai Buletin baik nasional maupun internasional yang terbit secara berkala, dan saya mengamati bahwa setiap kali terbit, halamannya sudah semakin tipis.....karena para suster yang mengirimkan tulisan hanya bisa dihitung dengan jari hehehehehe). Jadi apalagi yang menjadi penghalang untuk memulai sebuah tulisan???? Rasa-rasanya sarana dan prasarana semua tersedia, tinggal mengasah keterampilan lewat menulis dan membaca, dan juga menumbuhkan kemauan menulis dalam diri serta keyakinan bahwa ‘aku pasti bisa’ sambil bernyanyi; aku bisa....aku pasti bisa....
Alhasil, ternyata memang benar....kita semua bisa.... hal itu sudah terbukti. Di penghujung seminar hari pertama, panitia membagi peserta menjadi 7 kelompok. Satu kelompok terdiri 7 hingga 8 orang. Dengan sedikit paksaan, kami diminta untuk membentuk sebuah Buletin lengkap dengan susunan redaksi, visi misi dan nama Buletin/Majalah yang kami pilih. Bentuk paksaannya semakin nampak lewat jangka waktu pendek yang diberikan; dalam jangka satu malam setengah hari kami harus mampu menyelesaikan dan mempresentasikan majalah/buletin kami lengkap dengan segala isi beritanya. Untunglah tim dari kami para peserta workshop memang pada umumnya sudah dikaruniai bakat terpendam sehingga kami semua mampu menyelesaikan tugas itu layaknya sebagai para jurnalis profesional hehehehehe. Walaupun ada sedikit unsur paksaan dari panitia, tetapi itu menumbuhkan harapan bahwa ternyata kami bisa.
Makna Jurnalitik bagiku.
Inilah sekelumit pengalaman saya mengikuti workshop ‘Jurnalis Cinta’ yang diadakan oleh FBB Kevikepan Yogyakarta, penghujung Agustus 2011 . Setelah mengikuti workshop ini saya menemukan pengertian baru; ‘Jurnalis Cinta’ ditawarkan bagi saya untuk mencintai kebiasaan menulis, sehingga lewat menulis mampu membagikan nilai-nilai yang positif bagi banyak orang. Apakah kita sebagai Biarawan-ti bisa merasul lewat tulisan? Mengapa tidak? Mau coba???? Siapa takut???? Menulis???? Why Not?......
Selamat mencoba.......
“Jangan takut untuk mencoba menulis. Saya pernah ada di posisi anda, dimana saat itu saya juga belajar dari awal untuk menulis hal-hal yang sederhana. Mulailah dengan menulis buku harian. Perlu diingat juga bahwa Menulis dan Membaca bagaikan setali mata uang”. Pesan sang Narasumber terngiang jelas dibenakku.(Ags)
0 komentar:
Posting Komentar